Era Terminator: Manusia versus Mesin | ADI SUMARNA

Era Terminator: Manusia versus Mesin Bumi Korea Sabtu, 15 Februari 2020 No Comment


Bersyukurlah, kita hidup di zaman yang canggih. Apa-apa serba mudah. Kita tak perlu bangkit untuk sekadar memindah saluran televisi, karena remote control sudah ditemukan. Orang Jakarta tidak perlu berkendaraan 12 jam untuk sampai Surabaya, karena sudah ada moda transportasi bernama pesawat. Berkat teknologi, hidup kita menjadi lebih mudah dari hidup kakek-nenek kita.

Namun, bukan berarti teknologi tidak mempunyai sisi negatif. Teknologi adalah pesaing kita di era ini. Kalau dulu, persaingan kita hanya dengan manusia lainnya. Pekerja bersaing dengan calon pekerja untuk mengisi sebuah posisi di suatu perusahaan. Pebisnis bersaing dengan pebisnis dalam mendapatkan pembeli. Sekarang? Ketika persaingan dengan sesama manusia semakin ketat (karena jumlahnya semakin banyak), kita juga masih harus bersaing dengan mesin atau teknologi.

Dulu, sebuah pabrik baru berjalan kalau ada ribuan orang. Sekarang, dengan robot, cukup dibutuhkan puluhan operator, semuanya berjalan lancar. Itu pun hasilnya lebih cepat dan rapi daripada pabrik dengan ribuan pegawai.

Dulu, kita antre panjang untuk membayar listrik, air, membeli tiket kereta, pesawat, bahkan sekadar untuk transfer uang lewat bank. Sekarang, semuanya bisa dilakukan melalui internet atau ATM. Kebutuhan akan petugas teller dan pelayanan dalam satu dasawarsa ini jauh menyusut.

Maskapai-maskapai penerbangan kita pun sudah banyak yang memfasilitasi penumpangnya dengan check-in melalui situs. Di bandara-bandaranya sudah banyak tersedia mesin check in. Kerja petugas check-in jadi ringan. Namun juga berarti satu hal: skill mereka hampir tidak dibutuhkan lagi.

Kebutuhan manusia berkembang membuat dunia usaha berkembang pula. Banyak profesi-profesi baru lahir.

Saya, misalnya, sebelumnya tidak pernah membayangkan profesi social media manager itu ada. Orang semacam ini khusus dibayar untuk bermain media sosial sepanjang jam kerja. Di kantor lain, seorang pegawai bisa kena PHK karena ketahuan Facebook-an. Eh, ini mainan Facebook dan Twitter sepanjang hari, bukannya dipecat, malah digaji, bahkan terkadang diberi komisi layaknya tenaga marketing. Ini tentu tidak terbayang 10 tahun yang lalu.

Variasi profesi memang berkembang gila-gilaan. Tapi juga ada banyak profesi yang terancam punah gara-gara perkembangan teknologi. Sebuah situs pernah merilis 10 profesi dan usaha yang akan hilang dari dunia industri. Silakan Anda cari browsing sendiri apa saja profesi tersebut. Tapi intinya, itu semua merupakan dampak dari persaingan antara manusia dengan mesin.

Dengan demikian, dari sisi pekerja, diprediksi akan semakin banyak pengangguran. Sementara dari sisi pengusaha, semakin sulit juga untuk menciptakan lapangan kerja dan meraup untung.

Ini adalah versi nyata dari film Terminator, dimana manusia terancam oleh mesin. Sedemikian mengerikankah kehadiran teknologi ini?

Bagaimanapun, kita jangan pesimis. Kalau kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya yang tergusur oleh teknologi dan robot ini kebanyakan adalah bidang-bidang yang bersifat perhitungan, repetisi, dan analisa. Dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan otak kiri. Sementara pekerjaan otak kanan yang cenderung berkaitan dengan seni, kreasi, selera, keberanian, dan emosi, sulit saya bayangkan bisa diganti oleh mesin.

Semoga catatan singkat ini bisa memantik ide brilian Anda untuk bekerja dan berkarya. Juga berbisnis dan bersaing dengan manusia maupun teknologi. Salam sukses!


by Bumi Korea

Bumi Korea Media online untuk berbagi pengetahuan seputar korea selatan mulai dari bahasa kebudayaan dan hiburan

Follow her @ Instagram | Facebook | Google Plus

Tags:

No Comment