Bersyukurlah, kita hidup di zaman yang canggih. Apa-apa
serba mudah. Kita tak perlu bangkit untuk sekadar memindah saluran televisi,
karena remote control sudah
ditemukan. Orang Jakarta tidak perlu berkendaraan 12 jam untuk sampai Surabaya,
karena sudah ada moda transportasi bernama pesawat. Berkat teknologi, hidup
kita menjadi lebih mudah dari hidup kakek-nenek kita.
Namun, bukan berarti teknologi tidak mempunyai sisi negatif.
Teknologi adalah pesaing kita di era ini. Kalau dulu, persaingan kita hanya
dengan manusia lainnya. Pekerja bersaing dengan calon pekerja untuk mengisi
sebuah posisi di suatu perusahaan. Pebisnis bersaing dengan pebisnis dalam
mendapatkan pembeli. Sekarang? Ketika persaingan dengan sesama manusia semakin
ketat (karena jumlahnya semakin banyak), kita juga masih harus bersaing dengan
mesin atau teknologi.
Dulu, sebuah pabrik baru berjalan kalau ada ribuan orang.
Sekarang, dengan robot, cukup dibutuhkan puluhan operator, semuanya berjalan
lancar. Itu pun hasilnya lebih cepat dan rapi daripada pabrik dengan ribuan
pegawai.
Dulu, kita antre panjang untuk membayar listrik, air, membeli
tiket kereta, pesawat, bahkan sekadar untuk transfer uang lewat bank. Sekarang,
semuanya bisa dilakukan melalui internet atau ATM. Kebutuhan akan petugas teller
dan pelayanan dalam satu dasawarsa ini jauh menyusut.
Maskapai-maskapai penerbangan kita pun sudah banyak yang
memfasilitasi penumpangnya dengan check-in
melalui situs. Di bandara-bandaranya sudah banyak tersedia mesin check in. Kerja petugas check-in jadi ringan. Namun juga berarti
satu hal: skill mereka hampir tidak
dibutuhkan lagi.
Kebutuhan manusia berkembang membuat dunia usaha berkembang pula.
Banyak profesi-profesi baru lahir.
Saya, misalnya, sebelumnya tidak pernah membayangkan profesi social media manager itu ada. Orang
semacam ini khusus dibayar untuk bermain media sosial sepanjang jam kerja. Di
kantor lain, seorang pegawai bisa kena PHK karena ketahuan Facebook-an. Eh, ini
mainan Facebook dan Twitter sepanjang hari, bukannya dipecat, malah digaji,
bahkan terkadang diberi komisi layaknya tenaga marketing. Ini tentu tidak
terbayang 10 tahun yang lalu.
Variasi profesi memang berkembang gila-gilaan. Tapi juga ada
banyak profesi yang terancam punah gara-gara perkembangan teknologi. Sebuah
situs pernah merilis 10 profesi dan usaha yang akan hilang dari dunia industri.
Silakan Anda cari browsing sendiri
apa saja profesi tersebut. Tapi intinya, itu semua merupakan dampak dari
persaingan antara manusia dengan mesin.
Dengan demikian, dari sisi pekerja, diprediksi akan semakin banyak
pengangguran. Sementara dari sisi pengusaha, semakin sulit juga untuk
menciptakan lapangan kerja dan meraup untung.
Ini adalah versi nyata dari film Terminator, dimana manusia terancam oleh mesin. Sedemikian
mengerikankah kehadiran teknologi ini?
Bagaimanapun, kita jangan pesimis. Kalau kita perhatikan dengan
saksama, sebenarnya yang tergusur oleh teknologi dan robot ini kebanyakan
adalah bidang-bidang yang bersifat perhitungan, repetisi, dan analisa. Dengan
kata lain, pekerjaan-pekerjaan otak kiri. Sementara pekerjaan otak kanan yang
cenderung berkaitan dengan seni, kreasi, selera, keberanian, dan emosi, sulit
saya bayangkan bisa diganti oleh mesin.
Semoga catatan singkat ini bisa memantik ide brilian Anda untuk
bekerja dan berkarya. Juga berbisnis dan bersaing dengan manusia maupun
teknologi. Salam sukses!
No Comment